Aku tidak pernah mengerti kenapa
orang-orang di sini suka melebih-lebihkan Nasi Goreng di restoran ini.
Menurutku, rasanya sama saja dengan Nasi Goreng pada umumnya. Tapi yang jelas,
waktu itu beberapa orang bergosip, bercerita tentang seorang perempuan yang
selalu memesan Nasi Goreng ini. Ah, aku tidak terlalu paham dengan ceritanya, yang
aku tahu hanyalah, restoran ini adalah tempat terbaikku untuk menghabiskan
waktu. Tempat ternyaman untukku bekerja juga bersantai.
Aku bersiap membuka laptop ku dan
mulai mengerjakan pekerjaan yang sudah mulai menunmpuk ini. Seharusnya sudah ku
selesaikan dari dua hari yang lalu, tapi aku menundanya dengan alasan klasik.
Aku kesal dengan atasanku. Si cerewet tukang suruh! Untuk menghindari
omelannya, aku pergi menyelamatkan diri ke restoran ini. Sebenci-bencinya aku pada
si cerewet itu, aku tetap menyukai pekerjaanku ini. Atau lebih tepatnya, aku
membutuhkan pekerjaan ini. Tidak mungkin tidak kuselesaikan. Dari mana biaya
hidup dan cicilanku jika tak kukerjakan? Ah, menjadi dewasa begitu sulit.
Baru saja akan memulai, telfon genggamku menyala. Sebuah tanda pesan masuk tertera di layar. Tertulis nama Dara, seorang perempuan yang aku kagumi sejak dulu, tapi tidak pernah kuungkapkan. Ku beri tahu ya, aku ini memang orang yang suka terang-terangan tapi untuk masalah hati, aku bisa jamin, kau tidak akan bisa menemukan dasar di mana hatiku berada. Begitu dalam, tiada satupun yang tahu ada apa di dalam sana, bahkan diriku sendiri. Bertahun-tahun aku memendam rasa pada gadis ini, kututup dengan rapi hingga tidak ada satupun yang menyadarinya. Aku begitu ahli dalam hal ini. Orang-orang berpikir, aku hanya menjadi teman yang baik bagi Dara. Tapi bagiku, apapun itu, selagi itu Dara, aku ada.
“Damar, kamu tahu dmn yg jual kaos murah itu kan? Temanin ak ksna nnti mlm mau ga?”
“Buat apa?”
“Buat acaranya Mas
Ian, hehehe”
Hmm.. Dara, Dara.. Sayang sekali
hatimu sudah dimiliki.
"👌👌"
***
Aku memang lemah dalam hal ini.
Sebut aku bodoh tapi aku yakin, kalau kau di berada di posisiku, pasti kau juga
akan melakukan hal yang sama, kan? Salah diriku sendiri, tidak mengutarakannya
dari dulu. Aku memiliki ketakutan yang berlebihan. Aku takut Dara tidak
memiliki perasaan yang sama denganku. Aku takut Dara hanya menganggapku sebagai
kakak. Aku takut Dara akan menjauhiku ketika Ia tahu yang sebenarnya. Aku takut
kami tidak akan bisa berteman lagi. Aku takut akan kehilangan Dara. Ku putuskan
untuk tetap menyimpannya, sendiri. Biarlah Dara berbahagia dengan pilihannya,
selama aku masih bisa berada di dekatnya.
***
Ku hapus semua tentang Dara dari
pikiranku untuk saat ini. Aku harus fokus, ada tenggat waktu yang harus ku
kejar, jika tidak mau berurusan lebih panjang dengan si cerewet itu. Hampir 3
jam lamanya aku berkutat dengan laptop dan pekerjaanku. Istirahat sejenak tidak
ada salahnya, kan? Aku berencana memesan segelas Americano untuk membantuku tetap
fokus. Kebiasaan ini, harusnya sudah lama ku hentikan. Dara tentu akan marah
jika dia tahu aku minum kopi lagi. Ah, apa urusan Dara padaku? Bunyi lonceng di
pintu restoran membuyarkan lamunanku tentang Dara. Perempuan itu datang lagi.
***
Aku menyadari hal ini, seorang
perempuan yang selalu datang di minggu sore dengan baju yang sama, duduk di
tempat yang sama, lalu dia akan bercerita dengan si pemilik restoran ini. Siapa
ya dia? Apa dia pemilik restoran ini juga? Biasanya, saat sore aku sudah
bersiap untuk pulang. Tapi tidak hari ini. Aku menumpuk pekerjaanku terlalu
banyak. Sepertinya aku harus menunda untuk pergi dengan Dara. Maaf Dara, tapi saat ini aku harus prioritaskan masa depanku. Aku tidak mau si cerewet itu merongrongku
di tengah malam nanti. Aku beranjak dari kursi ku berjalan ke meja kasir. Si
pemilik restoran menyadari kedatanganku, dia berdiri dan langsung masuk ke
belakang meja kasir. Ku pesan segelas Americano dan langsung ku bayar. Saat itu
aku sadar, perempuan yang duduk bersama si pemilik restoran sedang menangis.
Dia melihat lurus, tapi pipinya basah. Pemandangan semacam apa ini? Aku merasa
tidak enak.
***
“Kembaliannya, Mas..”
“Oh iya, makasih mas..”
“Sudah, udah biasa dia kayak
gitu. Nanti juga reda sendiri. Dia hanya butuh waktu.”
“Istrinya Mas?”
“Pft! Bukan! Sahabatku itu sedang
patah hati.”
“Semoga lekas sembuh hatinya”
“Silakan kopinya, Mas..”
“Terima kasih, Mas.”
***
Tak sampai hati aku melihat
perempuan itu begitu hancur. Datang dan duduk di sana di satu waktu, hanya
untuk menangis dan meratap. Merayakan hatinya yang sedang hancur dan patah. Tak
perlu banyak penjelasan, aku langsung sadar, perempuan itu memesan Nasi Goreng
Pattaya. Apa mungkin cerita perempuan itu ya? Sedih sekali. Memiliki satu hal
yang kau anggap istimewa bagimu dan seseorang tapi tidak dengan seseorang itu.
Kau hanya merasakannya sendirian. Seperti yang aku rasakan dengan Dara.
Bedanya, perempuan itu tahu bagaimana perasaan lelakinya, sedang aku tidak.
Perasaan jatuh cinta itu menyenangkan,
tapi rasa sakit saat jatuh tanpa cinta itu tidak. Jika kau jatuh lalu kau ditolong
orang, mungkin kau akan senang, terbantu, berterimakasih. Apalagi ketika yang
membantu adalah orang yang kau harapkan.
Tapi ketika kau jatuh sendiri dan tidak ada satupun yang datang menolong, bahkan meninggalkanmu,
kau berakhir menyedihkan.
Semua tentang perasaan ini memang
menyulitkan hidupku!