Satu Semester Menuju 25

Juni 27, 2020

Disclaimer : this post will be a looongggg and bored post. Skip aja kalo capek bacaaa wkwkwk
_________

Waktu itu, lagi asik scroll twitter. Nemu sebuah tweet yang sangat relateable AF kalo kata anak sekarang. 

See? Sampe aku retweet like comment and subskreb.

Siapa sih yang nyangka masa krisis kita di umur 25 malah jadi krisis global? Hmmm :(( Cocok banget sama keadaan aku sekarang. :( Aku ninggalin 2 pekerjaan aku sebelumnya (dua-duanya paruh waktu sih) untuk 1 pekerjaan tetap. Aku pikir, ini bakalan jadi pilihan yang tepat. Mau gak mau, aku harus bisa milih sendiri. Dan apapun yang terjadi,  kukan selalu ada untukmu  aku harus terima juga konsekuensi nya, ya kan? Ternyata cuma 3 bulan kerja, aku terpaksa di rumahkan, karena COVID19 SIALAN. Asli, corona is super sucks! Sekarang malah jadi gak ngapa-ngapain sama sekali. Bingung banget rasanya. membuat krisis di umur 25 semakin terasa nyata dan pahiiiiittttt banget. Huhuhuhu. 

_____

Ga pernah bayangin perjalanan ke umur 25 tu bakal begini jadinya.
Kata orang, umur 25 itu kamu akan masuk ke fase krisis seperempat kehidupan. Hah? Apa aja emangnya?

Yaaa macem-macem. Ada yg cari jati diri, struggling dengan tugas akhir atau skripsi, gak selesai kuliah, mau belaki atau bebini aja, belum dapat kerja, capek kerja atau bahkan sudah memulai rumah tangga (teman-temanku belum 25 saja sudah ada yang punya anak, 2 bahkan!)

Mungkin standar dari masyarakat dan juga keluarga yang membuat umur 25 terasa horor. Ditanya kapan nikah, ditanya kerja dimana, pacarnya siapa, masi sendiri aja, kok gak dibawa kerumah, gini gini aja, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang secara tidak langsung jadi "LOH, KOK AKU MALAH JADI KEPIKIRAN SIIIIH, ANJIR". Bahkan kadang keluarga sendiri yang suka banding-bandingin kita dengan anak tetangga ataupun sepupu jauh yang gak pernah kita kenal. Being adults is sucks. Setubuh?

Umur 25 juga dianggap harus sudah bisa dewasa. Sudah mapan. Sudah siap menyongsong masa depan yang gemilang! (bahkan mungkin, seharusnya masa depan itu sudah di dalam genggaman pfttt -____-).
Tapi kenyataannya enggak. Setiap orang punya fase hidupnya masing-masing. Gabisa disamaratakan. Dia umur 25 sudah bisa beli mobil sendiri? Alhamdulillah. Dia umur 25 baru lulus kuliah? Alhamdulillah, toh akhirnya selesai. Oh atau dia sudah bisa dp cicilan rumah? Yaaa bagus. Semua orang kan, beda-beda.

_____

Sadar, saat sudah memasuki "usia dewasa" ini ada beberapa hal yang berubah dan harusnya ga perlu-perlu amat untuk dipikirin. Kayak...

Hidup dengan drama~

Mungkin buat kalian yang masa remajanya banyak di isi drama, ehm, maksud w cinta cinta monyet, mungkin sekarang udah berubah. Kalo dulu, punya "temen deket", atau pacar atau sahabat, pengennya ngabisin waktu bareng-bareng terus, telfonan sampai muntah, cerita panjang lebar, gamau pisah, dan uwu things lainnya. HAHAHAHA. Sekarang? Pasti udah males drama, yagasih? Pengennya, semuanya dibikin mudah. Males ribet. 

Mungkin agak beda sama aku, karena aku sendiri gak pernah ngalamin pacar-pacaran atau deket sama siapa gitu jaman sekolah. Iya, cupu emang 😂. Makanya sekarang jadi alay. Tapi aku nyoba kokkk, sebisa mungkin untuk gak se "mengkek" itu. Ngerti kan, maksudnya? WKWKWKW tapi yaaaa gitulah intinya. Paham lah ya *nanges*

Kenyataannya sekarang, pasti udah kayak pasrah. Mau gimana lagi? Membuka hati? Patah hati? Sakit hati? Buat apalagi? Kan dulu sudah pernah. Sekarang pikirin saja realita di depan mata dan tinggalkan drama-drama. Toh, waktu tetap berjalan kedepan walau kita inginnya berhenti saja. Iya kan?

Idiiiihhhhh ngomong apeeeee guee wkwkwk

Maksud aku, memasuki umur sakral ini, mau gak mau kita harus hadapin kenyataannya. Hal kecil gak perlu dibesar-besarkan. Ya sudah, memang begini. Mau gimana lagi? Teman banyak yang datang dan juga pergi. Kalau sudah tidak satu visi dan misi, ya selesai. Jarang ketemu atau emang udah gak ada perlu lagi, yaaaa mau gimana lagi. Bener kata dosen ku, gak ada teman yang abadi, yang ada hanya kepentingan abadi. Bahasa kerennya, people come and go. Dah keren, lum nich?

Kendati demikian (ALLAH, mau meninggal gak tuh guysss, dengan bahasaku iniiiiii), bukan berarti kita jadi bener-bener gak punya teman ya. Definisi pertemanan kita itu, jadinya "naik kelas", yang memang sudah paham kita, ya pasti bisa terima saja. Termasuk kita juga bisa menerima mereka gimana keadaannya sekarang. Walau udah jarang kumpul-kumpul kayak dulu, tapi kita pasti selalu ada buat merekan dan gitu juga sebaliknya. My love like a stars, you can't always see them but you know that I'm always there.

KAN KAN. SOK KALIIIII LAH!!

_____

Waktu ulang tahun, kita pasti hampir selalu almost and always di doain "semoga makin dewasa yaa". Harapannya apasih? 

Harapannya adalah membuat kita sadar kalo hidup itu gak selalu tentang diri kita sendiri. Kita harus sadar bahwa bumi ini berputar bukan cuma untuk kita sendiri. Aku pernah punya teman, yang tiba-tiba nge block aku dari sosial media nya, marah gatau apa sebab sama aku. Dia pikir aku ninggalin dia, dia pikir aku kemusuhan sama dia. Padahal aku ga berbuat apa apa. Lalu tiba-tiba dia balik lagi. Minta maaf, sadar perbuatannya ke kanak-kanakan katanya. Mungkin ini yang disebut pendewasaan diri ketika kamu menyadari bahwa hidup ini bukan hanya tentang dirimu. 

Temenmu tiba-tiba ngediemin kamu seminggu, bukan berarti dia marah sama kamu. Orang-orang disekelilingmu tiba-tiba menjadi asyik sendiri dan kamu gak ngerti apa-apa, ya itu bukan salah kamu juga. Berhenti merasa penting dan berpikir apapun yang terjadi pada orang lain adalah efek dari dirimu.

Bukan cuma kita yang lagi berjuang dengan hidup kita. Mereka juga. Masuk usia ini juga, kita belajar memahami kalau kita gak bisa paksain orang lain untuk sepaham dengan kita. Jadi bukan cuma minta dimengerti tapi juga harus bisa ngertiin. INGAT YA WANITA WANITA YANG INGIN DIMENGERTI (ngomong sama cermin wkwkw)

_____

Menjadi dewasa juga berarti harus bisa mengatur keuangan sendiri. Jyujyuuurrr, aku adalah orang yang paling gak bisa mengatur keuangan. Hitung-hitungan ku NOL BESAR kek kelas di sekolah TK. Aku jarang bisa megang duit cash. Aku akan ambil dari ATM seperlunya. Tapiiiii, kalau aku pengen, aku tinggal gesek, alias debit. Nah, kebiasaanku yang satu ini kadang bikin aku gak sadar kalau pengeluaran aku gak terkontrol sama sekali. Alhamdulillah, selama pandemi ini aku miskin. :) Iya, karena aku gak bisa menabung. Padahal, bisa saja aku sisihkan uang gaji dan menabung. Tapi, ya gitu. suka khilaf, TAPI KETERUSAN!! 

Untungnya, (endonesa banget ga sih, masih ada untung nyaaaa wkwkwk) aku masih gak berani untuk ambil cicilan ataupun ngutang. Sama sekali gak berani. Ada kok temenku, sering banget nawarin "udah pake (uangku) aja dulu.." Sumpah, pasti akan ku tolak, karena aku tau kemampuan aku di mana. Aku gabakal bisa bayar. Mungkin bisa. Tapi aku gamau kepikiran hal-hal yang, ah udah ku pake, masa baru bayar sekarang. Hah, maksudnyaaaa? Intinya di kepalaku itu, kalo aku adanya sekarang, ya sekarang. Kalo adanya nanti, ya nanti. Jangan pake sekarang, pikirin nanti. PUSING :)) Aku sama sekali gak (atau belum) pernah ambil cicilan apapun. Sampai sekarang, aku maunya dibayar tunai atau tidak sama sekali. WOW, PRINSIP.

Menuju 25, harusnya sudah bisa mengontrol mana keinginan mana kebutuhan. Harusnya sudah bisa mulai tinggalkan kebiasaan hedon dan berpikir ke depan. Kadang aku suka amazed sendiri sama Mama dari bagaimana cara dia ngatur keuangan keluarga YANG CUKUP BESAR INI. Mama bisa hitung uang listrik, biaya makan sehari-hari, jajan adek, beli kebutuhan rumah tangga dan Alhamdulillah, cukup cukup aja, gitu. Kalau aku ditinggalkan ngekos, mungkin sebulan aku udah pulang lagi ke rumah :))

____

Masuk ke dunia seperempat abad, kita dituntut harus bisa milih mana yang baik dan buruk untuk diri kita sendiri. Waktu kecil, kayaknya kita cuma dikasi tau "eh jangan yang ini, lebih baik ini." Ya kita ngikut. Ya gak? Ya karena kita tau, orang dewasa pasti lebih ngerti. Tapi kalau sekarang? Kita harus bisa buat keputusan sendiri. Gak jarang hal ini bikin kita mager untuk keluar dari zona nyaman. Sembiluuuuu, yang duluuuu

HEEEEHHH, malah nyanyi. 

Karena kita tahu, yang ini sudah bagus, jadinya kita gamau nyobain hal baru lagi. Kita takut gagal. kita takut salah langkah. Kita takut gak sesuai ekspektasi kita. Padahal, tanpa kita coba, ya kita mana tahu? Tapi ya gitu. Jadi dewasa harus bisa memilih, mencoba dan mengambil risiko. 

Ada satu postingan dari Ryan Adriandhy di twitter dan instagramnya, (kebetulan aku ngefans banget karena gambar-gambar nya OMG SO CUTE!) Dia bikin kayak serial gitu, namanya #DPKSDWS yang dibaca "Dipaksa Dewasa". Iya. Kita semua ini dipaksa dewasa. Sadar gak sadar.

Bener apa bener?

Pfttt, perjalanan menuju 25 ternyata gak semenyenangkan itu! Struggle is real, kata mereka. Ini baru sejumput keluh kesah kisah menuju 25. Apalagi ya, yang harus kita hadapi? 

Is it okay not to be okay, now?

You Might Also Like

0 comments

Komen yang baik, ya :)